Tahun 1968 banyak disebut sebagai tahun kelahiran musik reggae.
Sebenarnya tidak ada kejadian khusus yang menjadi penanda awal
muasalnya, kecuali peralihan selera musik masyarakat Jamaika dari Ska
dan Rocsteady, yang sempat populer di kalangan muda pada paruh awal
hingga akhir tahun 1960-an, pada irama musik baru yang bertempo lebih
lambat : reggae. Boleh jadi hingar bingar dan tempo cepat Ska dan
Rocksteady kurang mengena dengan kondisi sosial dan ekonomi di Jamaika
yang sedang penuh tekanan.
Kata
“reggae” diduga berasal dari pengucapan dalam logat Afrika dari kata
“ragged” (gerak kagok–seperti hentak badan pada orang yang menari
dengan iringan musik ska atau reggae). Irama musik reggae sendiri
dipengaruhi elemen musik R&B yang lahir di New Orleans, Soul, Rock,
ritmik Afro-Caribean (Calypso, Merengue, Rhumba) dan musik rakyat
Jamaika yang disebut Mento, yang kaya dengan irama Afrika. Irama musik
yang banyak dianggap menjadi pendahulu reggae adalah Ska dan
Rocksteady, bentuk interpretasi musikal R&B yang berkembang di
Jamaika yang sarat dengan pengaruh musik Afro-Amerika. Secara teknis
dan musikal banyak eksplorasi yang dilakukan musisi Ska, diantaranya
cara mengocok gitar secara terbalik (up-strokes), memberi tekanan nada
pada nada lemah (syncopated) dan ketukan drum multi-ritmik yang
kompleks.
Teknik para musisi Ska dan Rocsteady dalam memainkan alat musik, banyak
ditirukan oleh musisi reggae. Namun tempo musiknya jauh lebih lambat
dengan dentum bas dan rhythm guitar lebih menonjol. Karakter vokal
biasanya berat dengan pola lagu seperti pepujian (chant), yang
dipengaruhi pula irama tetabuhan, cara menyanyi dan mistik dari
Rastafari. Tempo musik yang lebih lambat, pada saatnya mendukung
penyampaian pesan melalui lirik lagu yang terkait dengan tradisi religi
Rastafari dan permasalahan sosial politik humanistik dan universal.
Album “Catch A Fire” (1972) yang diluncurkan Bob Marley and The Wailers
dengan cepat melambungkan reggae hingga ke luar Jamaika. Kepopuleran
reggae di Amerika Serikat ditunjang pula oleh film The Harder They Come
(1973) dan dimainkannya irama reggae oleh para pemusik kulit putih
seperti Eric Clapton, Paul Simon, Lee ‘Scratch’ Perry dan UB40. Irama
reggae pun kemudian mempengaruhi aliran-aliran musik pada dekade
setelahnya, sebut saja varian reggae hip hop, reggae rock, blues, dan
sebagainya.
Jamaika
Akar musikal reggae terkait erat dengan tanah yang melahirkannya:
Jamaika. Saat ditemukan oleh Columbus pada abad ke-15, Jamaika adalah
sebuah pulau yang dihuni oleh suku Indian Arawak. Nama Jamaika sendiri
berasal dari kosa kata Arawak “xaymaca” yang berarti “pulau hutan dan
air”. Kolonialisme Spanyol dan Inggris pada abad ke-16 memunahkan suku
Arawak, yang kemudian digantikan oleh ribuan budak belian berkulit
hitam dari daratan Afrika. Budak-budak tersebut dipekerjakan pada
industri gula dan perkebunan yang bertebaran di sana. Sejarah kelam
penindasan antar manusia pun dimulai dan berlangsung hingga lebih dari
dua abad. Baru pada tahun 1838 praktek perbudakan dihapus, yang
diikuti pula dengan melesunya perdagangan gula dunia.
Di tengah kerja berat dan ancaman penindasan, kaum budak Afrika
memelihara keterikatan pada tanah kelahiran mereka dengan mempertahankan
tradisi. Mereka mengisahkan kehidupan di Afrika dengan nyanyian
(chant) dan bebunyian (drumming) sederhana. Interaksi dengan kaum
majikan yang berasal dari Eropa pun membekaskan produk silang budaya
yang akhirnya menjadi tradisi folk asli Jamaika. Bila komunitas kulit
hitam di Amerika atau Eropa dengan cepat luntur identitas Afrika
mereka, sebaliknya komunitas kulit hitam Jamaika masih merasakan
kedekatan dengan tanah leluhur.
Sejarah gerakan penyadaran identitas kaum kulit hitam, yang kemudian
bertemali erat dengan keberadaan musik reggae, mulai disemai pada awal
abad ke-20. Adalah Marcus Mosiah Garvey, seorang pendeta dan aktivis
kulit hitam Jamaika, yang melontarkan gagasan “Afrika untuk Bangsa
Afrika…” dan menyerukan gerakan repatriasi (pemulangan kembali)
masyarakat kulit hitam di luar Afrika. Pada tahun 1914, Garvey
mendirikan Universal Negro Improvement Association (UNIA), gerakan
sosio-religius yang dinilai sebagai gerakan kesadaran identitas baru
bagi kaum kulit hitam.
Pada tahun 1916-1922, Garvey meninggalkan Jamaika untuk membangun markas
UNIA di Harlem, New York. Konon sampai tahun 1922, UNIA memiliki
lebih dari 7 juta orang pengikut. Antara tahun 1928-1930 Garvey
kembali ke Jamaika dan terlibat dalam perjuangan politik kaum hitam
dan pada tahun 1929 Garvey meramalkan datangnya seorang raja Afrika
yang menandai pembebasan ras kulit hitam dari penindasan kaum Babylon
(sebutan untuk pemerintah kolonial kulit putih—merujuk pada kisah
kitab suci tentang kaum Babylon yang menindas bangsa Israel). Ketika
Ras Tafari Makonnen dinobatkan sebagai raja Ethiopia di tahun 1930,
yang bergelar HIM Haile Selassie I, para pengikut ajaran Garvey
menganggap Ras Tafari sebagai sosok pembebas itu. Mereka juga
menganggap Ethiopia sebagai Zion—tanah damai bak surga—bagi kaum kulit
hitam di dalam maupun luar Afrika. Ajaran Garvey pun mewujud menjadi
religi baru bernama Rastafari dengan Haile Selassie sebagai sosok yang
di-tuhan-kan
Pada bulan April 1966, karena ancaman pertentangan sosial yang
melibatkan kaum Rasta, pemerintah Jamaika mengundang HIM Haile Selassie I
untuk berkunjung menjumpai penghayat Rastafari. Dia menyampaikan
pesan menyediakan tanah di Ethiopia Selatan untuk repatriasi Rasta.
Namun Haile Selassie juga menekankan perlunya Rasta untuk membebaskan
Jamaika dari penindasan dan ketidak adilan dan menjadikan Rastafari
sebagai jalan hidup, sebelum mereka eksodus ke Ethiopia.
Tahun-tahun
setelahnya kredo gerakan tersebut makin tersebar luas, yakni
“Bersatunya kemanusiaan adalah pesannya, musik adalah modus
operandinya, perdamaian di bumi seperti halnya di surga (Zion) adalah
tujuannya, memperjuangkan hak adalah caranya dan melenyapkan segala
bentuk penindasan fisik dan mental adalah esensi perjuangannya.” Ketika
Bob Marley menjadi pengikut Rastafari di tahun 1967 dan setahun
kemudian disusul kelahiran reggae, maka modus operandi penyebaran
ajaran Rastafari pun ditemukan: reggae!
Biography bob Marley atau bernama lengkap Robert nesta Marley
Terlahir dengan nama Robert Nesta Marley pada Februari 1945 di St. Ann,
Jamaika, Bob Marley berayahkan seorang kulit putih dan ibu kulit
hitam. Pada tahun 1950-an Bob beserta keluarganya pindah ke ibu kota
Jamaika, Kingston. Di kota inilah obsesinya terhadap musik sebagai
profesi menemukan pelampiasan. Waktu itu Bob Marley banyak
mendengarkan musik R&B dan soul, yang kemudian hari menjadi
inspirasi irama reggae, melalui siaran radio Amerika.
Selain itu di jalanan Kingston dia menikmati hentakan irama Ska dan
Steadybeat dan kemudian mencoba memainkannya sendiri di studio-studio
musik kecil di Kingston.
Bersama Peter McIntosh dan Bunny Livingston, Bob membentuk The Wailing
Wailers yang mengeluarkan album perdana di tahun 1963 dengan hit
“Simmer Down”. Lirik lagu mereka banyak berkisah tentang “rude bwai”
(rude boy), anak-anak muda yang mencari identitas diri dengan menjadi
berandalan di jalanan Kingston. The Wailing Wailers bubar pada
pertengahan 1960-an dan sempat membuat penggagasnya patah arang hingga
memutuskan untuk berkelana di Amerika.
Pada bulan April 1966 Bob kembali ke Jamaika, bertepatan dengan
kunjungan HIM Haile Selassie I —raja Ethiopia– ke Jamaika untuk bertemu
penganut Rastafari. Kharisma sang raja membawa Bob menjadi penghayat
ajaran Rastafari pada tahun 1967, dan bersama The Wailer, band barunya
yang dibentuk setahun kemudian bersama dua personil lawas Mc Intosh
dan Livingston, dia menyuarakan nilai-nilai ajaran Rasta melalui
reggae. Penganut Rastafari lantas menganggap Bob menjalankan peran
profetik sebagaimana para nabi, menyebarkan inspirasi dan nilai Rasta
melalui lagu-lagunya.
The Wailers bubar di tahun 1971, namun Bob segera membentuk band baru
bernama Bob Marley and The Wailers. Tahun 1972 album Catch A Fire
diluncurkan. Menyusul kemudian Burning (1973–berisi hits “Get Up, Stand
Up” dan “ I Shot the Sheriff” yang dipopulerkan Eric Clapton), Natty
Dread (1975), Rastaman Vibration (1976) dan Uprising (1981) yang makin
memantapkan reggae sebagai musik mainstream dengan Bob Marley sebagai
ikonnya.
Pada tahun 1978, Bob Marley menerima Medali Perdamaian dari PBB sebagai
penghargaan atas upayanya mempromosikan perdamaian melalui
lagu-lagunya. Sayang, kanker mengakhiri hidupnya pada 11 Mei 1981 saat
usia 36 tahun di ranjang rumah sakit Miami, AS, seusai menggelar
konser internasional di Jerman. Sang Nabi kaum Rasta telah berpulang,
namun inspirasi humanistiknya tetap mengalun sepanjang zaman.
Music Playlist
Selasa, 16 April 2013
Akibat dan Bahaya Merokok
![]() |
| bahaya rokok - bahaya merokok |
Sebenarnya, perang terhadap rokok sudah dilakukan oleh berbagai orang secara individu maupun secara kelembagaan dan organisasi. Tidak salah akhirnya jika pada setiap tanggal 31 Mei seluruh dunia merayakan atau mengkampanyekan World No Tobacco Day, atau di Indonesia kita menyebutnya hari tanpa asap rokok.
![]() |
| kampanye anti rokok |
Nah, sebelum kita bicara tentang bahaya rokok, baiknya kita lihat dulu alasan kenapa rokok itu disebut berbahaya bagi kesehatan. Maksudnya adalah, mari kita lihat zat berbahaya rokok yang akan mengganggu kesehatan dalam setiap isapan rokok.
A. Zat Berbahaya dalam Rokok
1. Nikotin
Zat ini mengandung candu bisa menyebabkan seseorang ketagihan untuk trus menghisap rokok
Pengaruh bagi tubuh manusia :
- menyebabkan kecanduan / ketergantungan
- merusak jaringan otak
- menyebabkan darah cepat membeku
- mengeraskan dinding arteri
2. Tar
Bahan dasar pembuatan aspal yang dapat menempel pada paru-paru dan bisa menimbulkan iritasi bahkan kanker
Pengaruh bagi tubuh manusia :
- membunuh sel dalam saluran darah
- Meningkatkan produksi lendir diparu-paru
- Menyebabkan kanker paru-paru
3. Karbon Monoksida
Gas yang bisa menimbulkan penyakit jantung karena gas ini bisa mengikat oksigen dalam tubuh.
Pengaruh bagi tubuh manusia :
- mengikat hemoglobin, sehingga tubuh kekurangan oksigen
- menghalangi transportasi dalam darah
4. Zat Karsinogen
Pengaruh bagi tubuh manusia :
- Memicu pertumbuhan sel kanker dalam tubuh
5. Zat Iritan
- Mengotori saluran udara dan kantung udara dalam paru-paru
- Menyebabkan batuk
Zat-zat asing berbahaya tersebut adalah zat yang terkandung dalam dalam ASAP ROKOK, dan ada 4000 zat kimia yang terdapat dalam sebatang ROKOK, 40 diantaranya tergolong zat yang berbahaya misalnya : hidrogen sianida (HCN) , arsen, amonia, polonium, dan karbon monoksida (CO).
B. Bahaya Rokok/Bahaya Merokok
1. Penyakit jantung![]() |
| bahaya merokok buat jantung |
Jantung harus bekerja lebih keras dan tekanan ekstra dapat menyebabkan angina atau nyeri dada. Jika satu arteri atau lebih menjadi benar-benar terblokir, serangan jantung bisa terjadi.
Semakin banyak rokok yang dihisap dan semakin lama seseorang merokok, semakin besar kesempatannya mengembangkan penyakit jantung atau menderita serangan jantung atau stroke.
2. Penyakit paru
Risiko terkena pneumonia, emfisema dan bronkitis kronis meningkat karena merokok. Penyakit ini sering disebut sebagai penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).
Penyakit paru-paru ini dapat berlangsung dan bertambah buruk dari waktu ke waktu sampai orang tersebut akhirnya meninggal karena kondisi tersebut. Orang-orang berumur 40 tahun bisa mendapatkan emfisema atau bronkitis, tapi gejala biasanya akan*jauh lebih buruk di kemudian hari, menurut American Cancer Society.
3. Kanker paru dan kanker lainnya
Kanker paru2 sudah lama dikaitkan dg bahaya rokok, yang juga dapat menyebabkan terhadap kanker lain seperti dari mulut, kotak suara atau laring, tenggorokan dan kerongkongan. Merokok juga dikaitkan dengan kanker ginjal, kandung kemih, perut pankreas, leher rahim dan kanker darah (leukemia).
4. Diabetes
Merokok meningkatkan resiko terjadinya diabetes, menurut Cleveland Clinic. Rokok juga bisa naik menyebabkan komplikasi dari diabetes, seperti penyakit mata, penyakit jantung, stroke, penyakit pembuluh darah, penyakit ginjal dan masalah kaki.
5. Impotensi
Rokok merupakan faktor resiko utama untuk penyakit pembuluh darah perifer, yang mempersempit pembuluh darah yang membawa darah ke seluruh bagian tubuh. Pembuluh darah ke p3nis kemungkinan juga akan terpengaruh karena merupakan pembuluh darah yg kecil & dapat mengakibatkan disfungsi ereksi/impoten.
6. Menimbulkan Kebutaan
Seorang yang merokok menimbulkan meningkatnya resiko degenerasi makula yaitu penyebab kebutaan yang dialami orang tua. Dalam setudi yg diterbitkan dalam 'Archives of Ophthalmology' pada tahun 2007 menemukan yaitu orang merokok empat kali lebih mungkin dibanding orang yang bukan perokok untuk mengembangkan degenerasi makula, yg merusak makula, pusat retina, dan menghancurkan penglihatan sentral tajam.
7. Penyakit mulut
Penyakit mulut yang disebabkan oleh rokok antara lain kanker mulut, kanker leher, penyakit gigi, penyakit pada gigi dan nafas.
8. Gangguan Janin
Merokok berakibat buruk terhadap kesehatan reproduksi dan janin dalam kandungan dan kehamilan, termasuk infertilitas (kemandulan), keguguran, kematian janin, bayi lahir berberat badan rendah, dan sindrom kematian mendadak bayi.
9. Gangguan Pernafasan
![]() |
| bahaya merokok |
Sebagai generasi muda bangsa yang dituntut lebih aktif dan berperan dalam negara, baiknya kita bisa memahami dan ikut mengkampanyekan 'no smoking' bukan hanya dihari kampanye 31 Mei, akan tetapi setiap hari dan setiap saat.
Mirisnya, saat ini Rokok sudah dikonsumsi oleh anak-anak dibawah umur dan sudah menjadi sebuah 'keharusan' dalam artian mereka sudah candu terhadap rokok tersebut. Mereka seakan terbebaskan oleh sebatang rokok yang mereka isap.
Jika saja anda adalah salah satu orang yang merokok aktif, cobalah untuk berhenti merokok dengan melakukan cara sebagai berikut. Hal penting yang harus dilakukan dalam berhenti merokok adalah NIAT yang sungguh-sungguh.
![]() |
| cara berhenti merokok |
C.Cara Berhenti Merokok
1. Niat yang sungguh-sungguh untuk berhenti merokok.2. Belajar membenci rokok
3. Bergaullah dengan orang yang tidak merokok
4. Sering-sering pergi ke tempat yang ruangannya ber-AC
5. Pindahkan semua barang-barang yang berhubungan dengan rokok.
6. Jika ingin merokok, tundalah 10 menit lagi.
7. Beritau teman dan orang terdekat kalau kita ingin berhenti merokok.
8. Kurangi jumplah merokok sedikit demi sedikit.
9. Hilangkan kebiasaan Bengong atau menunggu.
10. Sering-seringlah pergi ke rumah sakit, agar tau pentingnya kesehatan.
11. Cari pengganti rokok, misalnya permen atau gula.
12. Coba dan coba lagi jika masih gagal.
Semoga informasi tentang Bahaya Merokok atau Bahaya Rokok diatas bisa memeberikan kita pencerahan dan pemahaman yang lebih baik tentang dampak bahaya rokok.
Minggu, 07 April 2013
Sejarah Berdirinya Negara Republik Indonesia
Proklamasi
Kemerdekaan, yang kita peringati setiap tanggal 17 Agustus, adalah
sebuah peristiwa bersejarah bagi bangsa Indonesia . Proklamasi, telah
mengubah perjalanan sejarah, membangkitkan rakyat dalam semangat
kebebasan. Merdeka dari segala bentuk penjajahan.
Bagaimanakah
sesungguhnya, peristiwa yang terjadi 64 tahun yang lalu itu. Mari kita
buka kembali catatan sejarah sekitar Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus
1945.
Perdebatan
Proklamasi, ternyata
didahului oleh perdebatan hebat antara golongan pemuda dengan golongan
tua. Baik golongan tua maupun golongan muda, sesungguhnya sama-sama
menginginkan secepatnya dilakukan Proklamasi Kemerdekaan dalam suasana
kekosongan kekuasaan dari tangan pemerintah Jepang. Hanya saja, mengenai
cara melaksanakan proklamasi itu terdapat perbedaan pendapat. Golongan
tua, sesuai dengan perhitungan politiknya, berpendapat bahwa Indonesia
dapat merdeka tanpa pertumpahan darah, jika tetap bekerjasama dengan
Jepang.
Karena itu, untuk
memproklamasikan kemerdekaan, diperlukan suatu revolusi yang
terorganisir. Soekarno dan Hatta, dua tokoh golongan tua, bermaksud
membicarakan pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan dalam rapat Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Dengan cara itu, pelaksanaan
Proklamasi Kemerdekaan tidak menyimpang dari ketentuan pemerintah
Jepang. Sikap inilah yang tidak disetujui oleh golongan pemuda. Mereka
menganggap, bahwa PPKI adalah badan buatan Jepang. Sebaliknya, golongan
pemuda menghendaki terlaksananya Proklamasi Kemerdekaan itu, dengan
kekuatan sendiri. Lepas sama sekali dari campur tangan pemerintah
Jepang. Perbedaan pendapat ini, mengakibatkan penekanan-penekanan
golongan pemuda kepada golongan tua yang mendorong mereka melakukan
“aksi penculikan” terhadap diri Soekarno-Hatta (lihat Marwati Djoened
Poesponegoro, ed. 1984:77-81)
Tanggal 15 Agustus
1945, kira-kira pukul 22.00, di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta,
tempat kediaman Bung Karno, berlangsung perdebatan serius antara
sekelompok pemuda dengan Bung Karno mengenai Proklamasi Kemerdekaan
sebagaimana dilukiskan Lasmidjah Hardi (1984:58); Ahmad Soebardjo
(1978:85-87) sebagai berikut:
” Sekarang Bung,
sekarang! malam ini juga kita kobarkan revolusi !” kata Chaerul Saleh
dengan meyakinkan Bung Karno bahwa ribuan pasukan bersenjata sudah
siap mengepung kota dengan maksud mengusir tentara Jepang. ” Kita harus
segera merebut kekuasaan !” tukas Sukarni berapi-api. ” Kami sudah
siap mempertaruhkan jiwa kami !” seru mereka bersahutan. Wikana malah
berani mengancam Soekarno dengan pernyataan; ” Jika Bung Karno tidak
mengeluarkan pengumuman pada malam ini juga, akan berakibat terjadinya
suatu pertumpahan darah dan pembunuhan besar-besaran esok hari .”
Mendengar kata-kata
ancaman seperti itu, Soekarno naik darah dan berdiri menuju Wikana
sambil berkata: ” Ini batang leherku, seretlah saya ke pojok itu dan
potonglah leherku malam ini juga! Kamu tidak usah menunggu esok hari !”.
Hatta kemudian memperingatkan Wikana; “… Jepang adalah masa silam. Kita
sekarang harus menghadapi Belanda yang akan berusaha untuk kembali
menjadi tuan di negeri kita ini. Jika saudara tidak setuju dengan apa
yang telah saya katakan, dan mengira bahwa saudara telah siap dan
sanggup untuk memproklamasikan kemerdekaan, mengapa saudara tidak
memproklamasikan kemerdekaan itu sendiri ? Mengapa meminta Soekarno
untuk melakukan hal itu ?”
Namun, para pemuda
terus mendesak; ” apakah kita harus menunggu hingga kemerdekaan itu
diberikan kepada kita sebagai hadiah, walaupun Jepang sendiri telah
menyerah dan telah takluk dalam ‘Perang Sucinya ‘!”. ” Mengapa bukan
rakyat itu sendiri yang memprokla masikan kemerdekaannya ? Mengapa bukan
kita yang menyata kan kemerdekaan kita sendiri, sebagai suatu bangsa
?”. Dengan lirih, setelah amarahnya reda, Soekarno berkata; “… kekuatan
yang segelintir ini tidak cukup untuk melawan kekuatan bersenjata dan
kesiapan total tentara Jepang! Coba, apa yang bisa kau perlihatkan
kepada saya ? Mana bukti kekuatan yang diperhitungkan itu ? Apa
tindakan bagian keamananmu untuk menyelamatkan perempuan dan anak-anak ?
Bagaimana cara mempertahankan kemerdekaan setelah diproklamasikan ?
Kita tidak akan mendapat bantuan dari Jepang atau Sekutu. Coba
bayangkan, bagaimana kita akan tegak di atas kekuatan sendiri “.
Demikian jawab Bung Karno dengan tenang.
Para pemuda, tetap
menuntut agar Soekarno-Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan. Namun,
kedua tokoh itu pun, tetap pada pendiriannya semula. Setelah
berulangkali didesak oleh para pemuda, Bung Karno menjawab bahwa ia
tidak bisa memutuskannya sendiri, ia harus berunding dengan para tokoh
lainnya. Utusan pemuda mempersilahkan Bung Karno untuk berunding. Para
tokoh yang hadir pada waktu itu antara lain, Mohammad Hatta, Soebardjo,
Iwa Kusumasomantri, Djojopranoto, dan Sudiro. Tidak lama kemudian,
Hatta menyampaikan keputusan, bahwa usul para pemuda tidak dapat
diterima dengan alasan kurang perhitungan serta kemungkinan timbulnya
banyak korban jiwa dan harta. Mendengar penjelasan Hatta, para pemuda
nampak tidak puas. Mereka mengambil kesimpulan yang menyimpang;
menculik Bung Karno dan Bung Hatta dengan maksud menyingkirkan kedua
tokoh itu dari pengaruh Jepang.
Pukul 04.00 dinihari,
tanggal 16 Agustus 1945, Soekarno dan Hatta oleh sekelompok pemuda
dibawa ke Rengasdengklok. Aksi “penculikan” itu sangat mengecewakan Bung
Karno, sebagaimana dikemukakan Lasmidjah Hardi (1984:60). Bung Karno
marah dan kecewa, terutama karena para pemuda tidak mau mendengarkan
pertimbangannya yang sehat. Mereka menganggap perbuatannya itu sebagai
tindakan patriotik. Namun, melihat keadaan dan situasi yang panas, Bung
Karno tidak mempunyai pilihan lain, kecuali mengikuti kehendak para
pemuda untuk dibawa ke tempat yang mereka tentukan. Fatmawati istrinya,
dan Guntur yang pada waktu itu belum berumur satu tahun, ia ikut
sertakan.
Rengasdengklok kota
kecil dekat Karawang dipilih oleh para pemuda untuk mengamankan
Soekarno-Hatta dengan perhitungan militer; antara anggota PETA (Pembela
Tanah Air) Daidan Purwakarta dengan Daidan Jakarta telah terjalin
hubungan erat sejak mereka mengadakan latihan bersama-sama. Di samping
itu, Rengasdengklok letaknya terpencil sekitar 15 km. dari Kedunggede
Karawang. Dengan demikian, deteksi dengan mudah dilakukan terhadap
setiap gerakan tentara Jepang yang mendekati Rengasdengklok, baik yang
datang dari arah Jakarta maupun dari arah Bandung atau Jawa Tengah.
Sehari penuh, Soekarno
dan Hatta berada di Rengasdengklok. Maksud para pemuda untuk menekan
mereka, supaya segera melaksanakan Proklamasi Kemerdekaan terlepas dari
segala kaitan dengan Jepang, rupa-rupanya tidak membuahkan hasil.
Agaknya keduanya memiliki wibawa yang cukup besar. Para pemuda yang
membawanya ke Rengasdengklok, segan untuk melakukan penekanan terhadap
keduanya. Sukarni dan kawan-kawannya, hanya dapat mendesak
Soekarno-Hatta untuk menyatakan proklamasi secepatnya seperti yang telah
direncanakan oleh para pemuda di Jakarta . Akan tetapi, Soekarno-Hatta
tidak mau didesak begitu saja. Keduanya, tetap berpegang teguh pada
perhitungan dan rencana mereka sendiri. Di sebuah pondok bambu
berbentuk panggung di tengah persawahan Rengasdengklok, siang itu
terjadi perdebatan panas; ” Revolusi berada di tangan kami sekarang dan
kami memerintahkan Bung, kalau Bung tidak memulai revolusi malam ini,
lalu …”. ” Lalu apa ?” teriak Bung Karno sambil beranjak dari kursinya,
dengan kemarahan yang menyala-nyala. Semua terkejut, tidak seorang pun
yang bergerak atau berbicara.
Waktu suasana tenang
kembali. Setelah Bung Karno duduk. Dengan suara rendah ia mulai
berbicara; ” Yang paling penting di dalam peperangan dan revolusi adalah
saatnya yang tepat. Di Saigon, saya sudah merencanakan seluruh
pekerjaan ini untuk dijalankan tanggal 17 “. ” Mengapa justru diambil
tanggal 17, mengapa tidak sekarang saja, atau tanggal 16 ?” tanya
Sukarni. ” Saya seorang yang percaya pada mistik”. Saya tidak dapat
menerangkan dengan pertimbangan akal, mengapa tanggal 17 lebih memberi
harapan kepadaku. Akan tetapi saya merasakan di dalam kalbuku, bahwa itu
adalah saat yang baik. Angka 17 adalah angka suci. Pertama-tama kita
sedang berada dalam bulan suci Ramadhan, waktu kita semua berpuasa,
ini berarti saat yang paling suci bagi kita. tanggal 17 besok hari
Jumat, hari Jumat itu Jumat legi, Jumat yang berbahagia, Jumat suci.
Al-Qur’an diturunkan tanggal 17, orang Islam sembahyang 17 rakaat, oleh
karena itu kesucian angka 17 bukanlah buatan manusia “. Demikianlah
antara lain dialog antara Bung Karno dengan para pemuda di
Rengasdengklok sebagaimana ditulis Lasmidjah Hardi (1984:61).
Sementara itu, di
Jakarta, antara Mr. Ahmad Soebardjo dari golongan tua dengan Wikana dari
golongan muda membicarakan kemerdekaan yang harus dilaksanakan di
Jakarta . Laksamana Tadashi Maeda, bersedia untuk menjamin keselamatan
mereka selama berada di rumahnya. Berdasarkan kesepakatan itu, Jusuf
Kunto dari pihak pemuda, hari itu juga mengantar Ahmad Soebardjo bersama
sekretaris pribadinya, Sudiro, ke Rengasdengklok untuk menjemput
Soekarno dan Hatta. Rombongan penjemput tiba di Rengasdengklok sekitar
pukul 17.00. Ahmad Soebardjo memberikan jaminan, bahwa Proklamasi
Kemerdekaan akan diumumkan pada tanggal 17 Agustus 1945,
selambat-lambatnya pukul 12.00. Dengan jaminan itu, komandan kompi PETA
setempat, Cudanco Soebeno, bersedia melepaskan Soekarno dan Hatta
kembali ke Jakarta (Marwati Djoened Poesponegoro, ed. 1984:82-83).
Merumuskan Teks Proklamasi
Rombongan
Soekarno-Hatta tiba di Jakarta sekitar pukul 23.00. Langsung menuju
rumah Laksamana Tadashi Maeda di Jalan Imam Bonjol No.1, setelah lebih
dahulu menurunkan Fatmawati dan putranya di rumah Soekarno. Rumah
Laksamada Maeda, dipilih sebagai tempat penyusunan teks Proklamasi
karena sikap Maeda sendiri yang memberikan jaminan keselamatan pada Bung
Karno dan tokoh-tokoh lainnya. De Graff yang dikutip Soebardjo
(1978:60-61) melukiskan sikap Maeda seperti ini. Sikap dari Maeda
tentunya memberi kesan aneh bagi orang-orang Indonesia itu, karena
perwira Angkatan Laut ini selalu berhubungan dengan rakyat Indonesia.
Sebagai seorang perwira
Angkatan Laut yang telah melihat lebih banyak dunia ini dari rata-rata
seorang perwira Angkatan Darat , ia mempunyai pandangan yang lebih
tepat tentang keadaan dari orang-orang militer yang agak sempit
pikirannya. Ia dapat berbicara dalam beberapa bahasa. Ia adalah pejabat
yang bertanggungjawab atas Bukanfu di Batavia; kantor pembelian
Angkatan Laut di Indonesia. Ia tidak khusus membatasi diri hanya pada
tugas-tugas militernya saja, tetapi agar dirinya dapat terbiasa dengan
suasana di Jawa , ia membentuk suatu kantor penerangan bagi dirinya di
tempat yang sama yang pimpinannya dipercayakan kepada Soebardjo.
Melalui kantor inilah, yang menuntut biaya yang tidak sedikit
baginya, ia mendapatkan pengertian tentang masalah-masalah di Jawa
lebih baik dari yang didapatnya dari buletin-buletin resmi Angkatan
Darat. Terlebih-lebih ia memberanikan diri untuk mendirikan
asrama-asrama bagi nasionalis-nasionalis muda Indonesia .
Pemimpin-pemimpin terkemuka, diperbantukan sebagai guru-guru untuk
mengajar di asrama itu. Doktrin-doktrin yang agak radikal
dipropagandakan. Lebih lincah dari orang-orang militer, ia berhasil
mengambil hati dari banyak nasionalis yang tahu pasti bahwa
keluhan-keluhan dan keberatan-keberatan mereka selalu bisa dinyatakan
kepada Maeda. Sikap Maeda seperti inilah yang memberikan keleluasaan
kepada para tokoh nasionalis untuk melakukan aktivitas yang maha penting
bagi masa depan bangsanya.
Malam itu, dari rumah
Laksamana Maeda, Soekarno dan Hatta ditemani Laksamana Maeda menemui
Somobuco (kepala pemerintahan umum), Mayor Jenderal Nishimura, untuk
menjajagi sikapnya mengenai pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan.
Nishimura mengatakan bahwa karena Jepang sudah menyatakan menyerah
kepada Sekutu, maka berlaku ketentuan bahwa tentara Jepang tidak
diperbolehkan lagi mengubah status quo . Tentara Jepang diharuskan
tunduk kepada perintah tentara Sekutu. Berdasarkan garis kebi jakan
itu, Nishimura melarang Soekarno-Hatta mengadakan rapat PPKI dalam
rangka pelaksanaan Proklamasi Kemerde kaan. Melihat kenyataan ini,
Soekarno-Hatta sampai pada kesimpulan bahwa tidak ada gunanya lagi untuk
membicara kan soal kemerdekaan Indonesia dengan Jepang. Mereka hanya
berharap agar pihak Jepang tidak menghalang-ha langi pelaksanaan
proklamasi kemerdekaan oleh rakyat Indonesia sendiri (Hatta,
1970:54-55).
Setelah pertemuan itu,
Soekarno dan Hatta kembali ke rumah Laksamana Maeda. Di ruang makan
rumah Laksamana Maeda itu dirumuskan teks proklamasi kemerdekaan. Maeda,
sebagai tuan rumah, mengundurkan diri ke kamar tidurnya di lantai dua
ketika peristiwa bersejarah itu berlangsung. Miyoshi, orang kepercayaan
Nishimura, bersama Sukarni, Sudiro, dan B.M. Diah menyaksikan Soekarno,
Hatta, dan Ahmad Soebardjo membahas rumusan teks Proklamasi. Sedangkan
tokoh-tokoh lainnya, baik dari golongan tua maupun dari golongan
pemuda, menunggu di serambi muka.
Menurut Soebardjo
(1978:109) di ruang makan rumah Laksamana Maeda menjelang tengah malam,
rumusan teks Proklamasi yang akan dibacakan esok harinya disusun.
Soekarno menuliskan konsep proklamasi pada secarik kertas. Hatta dan
Ahmad Soebardjo menyumbangkan pikirannya secara lisan. Kalimat pertama
dari teks Proklamasi merupakan saran Ahmad Soebardjo yang diambil dari
rumusan Dokuritsu Junbi Cosakai , sedangkan kalimat terakhir merupakan
sumbangan pikiran Mohammad Hatta. Hatta menganggap kalimat pertama
hanyalah merupakan pernyataan dari kemauan bangsa Indonesia untuk
menentukan nasibnya sendiri, menurut pendapatnya perlu ditambahkan
pernyataan mengenai pengalihan kekuasaan (transfer of sovereignty).
Maka dihasilkanlah rumusan terakhir dari teks proklamasi itu.
Setelah kelompok yang
menyendiri di ruang makan itu selesai merumuskan teks Proklamasi,
kemudian mereka menuju serambi muka untuk menemui hadirin yang berkumpul
di ruangan itu. Saat itu, dinihari menjelang subuh. Jam menunjukkan
pukul 04.00, Soekarno mulai membuka pertemuan itu dengan membacakan
rumusan teks Proklamasi yang masih merupakan konsep. Soebardjo
(1978:109-110) melukiskan suasana ketika itu: “ Sementara teks
Proklamasi ditik, kami menggunakan kesempatan untuk mengambil makanan
dan minuman dari ruang dapur, yang telah disiapkan sebelumnya oleh
tuan rumah kami yang telah pergi ke kamar tidurnya di tingkat atas.
Kami belum makan apa-apa, ketika meninggalkan Rengasdengklok. Bulan itu
adalah bulan suci Ramadhan dan waktu hampir habis untuk makan sahur,
makan terakhir sebelum sembahyang subuh. Setelah kami terima kembali
teks yang telah ditik, kami semuanya menuju ke ruang besar di bagian
depan rumah. Semua orang berdiri dan tidak ada kursi di dalam ruangan.
Saya bercampur dengan beberapa anggota Panitia di tengah-tengah
ruangan. Sukarni berdiri di samping saya. Hatta berdiri mendampingi
Sukarno menghadap para hadirin . Waktu menunjukkan pukul 04.00 pagi
tanggal 17 Agustus 1945, pada saat Soekarno membuka pertemuan dini hari
itu dengan beberapa patah kata.
“Keadaan yang mendesak
telah memaksa kita semua mempercepat pelaksanaan Proklamasi
Kemerdekaan. Rancangan teks telah siap dibacakan di hadapan
saudara-saudara dan saya harapkan benar bahwa saudara-saudara sekalian
dapat menyetujuinya sehingga kita dapat berjalan terus dan menyelesaikan
pekerjaan kita sebelum fajar menyingsing”. Kepada mereka yang hadir,
Soekarno menyarankan agar bersama-sama menandatangani naskah
proklamasi selaku wakil-wakil bangsa Indonesia . Saran itu diperkuat
oleh Mohammad Hatta dengan mengambil contoh pada “Declaration of
Independence ” Amerika Serikat. Usul itu ditentang oleh pihak pemuda
yang tidak setuju kalau tokoh-tokoh golongan tua yang disebutnya
“budak-budak Jepang” turut menandatangani naskah proklamasi. Sukarni
mengusulkan agar penandatangan naskah proklamasi itu cukup dua orang
saja, yakni Soekarno dan Mohammad Hatta atas nama bangsa Indonesia .
Usul Sukarni itu diterima oleh hadirin.
Naskah yang sudah
diketik oleh Sajuti Melik, segera ditandatangani oleh Soekarno dan
Mohammad Hatta. Persoalan timbul mengenai bagaimana Proklamasi itu
harus diumumkan kepada rakyat di seluruh Indonesia , dan juga ke
seluruh pelosok dunia. Di mana dan dengan cara bagaimana hal ini harus
diselenggarakan? Menurut Soebardjo (1978:113), Sukarni kemudian
memberitahukan bahwa rakyat Jakarta dan sekitarnya, telah diserukan
untuk datang berbondong-bondong ke lapangan IKADA pada tanggal 17
Agustus untuk mendengarkan Proklamasi Kemerdekaan. Akan tetapi
Soekarno menolak saran Sukarni. ” Tidak ,” kata Soekarno, ” lebih baik
dilakukan di tempat kediaman saya di Pegangsaan Timur. Pekarangan
di depan rumah cukup luas untuk ratusan orang. Untuk apa kita harus
memancing-mancing insiden ? Lapangan IKADA adalah lapangan umum. Suatu
rapat umum, tanpa diatur sebelumnya dengan penguasa-penguasa militer,
mungkin akan menimbulkan salah faham. Suatu bentrokan kekerasan antara
rakyat dan penguasa militer yang akan membubarkan rapat umum tersebut,
mungkin akan terjadi. Karena itu, saya minta saudara sekalian untuk
hadir di Pegangsaan Timur 56 sekitar pukul 10.00 pagi .” Demikianlah
keputusan terakhir dari pertemuan itu.
Detik-Detik Proklamasi
Hari Jumat di bulan
Ramadhan, pukul 05.00 pagi, fajar 17 Agustus 1945 memancar di ufuk
timur. Embun pagi masih menggelantung di tepian daun. Para pemimpin
bangsa dan para tokoh pemuda keluar dari rumah Laksamana Maeda, dengan
diliputi kebanggaan setelah merumuskan teks Proklamasi hingga dinihari.
Mereka, telah sepakat untuk memproklamasikan kemerdekaan bangsa
Indonesia hari itu di rumah Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur No. 56
Jakarta, pada pukul 10.00 pagi. Bung Hatta sempat berpesan kepada para
pemuda yang bekerja pada pers dan kantor-kantor berita, untuk
memperbanyak naskah proklamasi dan menyebarkannya ke seluruh dunia
(Hatta, 1970:53).
Menjelang pelaksanaan
Proklamasi Kemerdekaan, suasana di Jalan Pegangsaan Timur 56 cukup
sibuk. Wakil Walikota, Soewirjo, memerintahkan kepada Mr. Wilopo untuk
mempersiapkan peralatan yang diperlukan seperti mikrofon dan beberapa
pengeras suara. Sedangkan Sudiro memerintahkan kepada S. Suhud untuk
mempersiapkan satu tiang bendera. Karena situasi yang tegang, Suhud
tidak ingat bahwa di depan rumah Soekarno itu, masih ada dua tiang
bendera dari besi yang tidak digunakan. Malahan ia mencari sebatang
bambu yang berada di belakang rumah. Bambu itu dibersihkan dan diberi
tali. Lalu ditanam beberapa langkah saja dari teras rumah. Bendera
yang dijahit dengan tangan oleh Nyonya Fatmawati Soekarno sudah
disiapkan. Bentuk dan ukuran bendera itu tidak standar, karena kainnya
berukuran tidak sempurna. Memang, kain itu awalnya tidak disiapkan
untuk bendera.
Sementara itu, rakyat
yang telah mengetahui akan dilaksanakan Proklamasi Kemerdekaan telah
berkumpul. Rumah Soekarno telah dipadati oleh sejumlah massa pemuda dan
rakyat yang berbaris teratur. Beberapa orang tampak gelisah, khawatir
akan adanya pengacauan dari pihak Jepang. Matahari semakin tinggi,
Proklamasi belum juga dimulai. Waktu itu Soekarno terserang sakit,
malamnya panas dingin terus menerus dan baru tidur setelah selesai
merumuskan teks Proklamasi. Para undangan telah banyak berdatangan,
rakyat yang telah menunggu sejak pagi, mulai tidak sabar lagi. Mereka
yang diliputi suasana tegang berkeinginan keras agar Proklamasi segera
dilakukan. Para pemuda yang tidak sabar, mulai mendesak Bung Karno untuk
segera membacakan teks Proklamasi. Namun, Bung Karno tidak mau
membacakan teks Proklamasi tanpa kehadiran Mohammad Hatta. Lima menit
sebelum acara dimulai, Mohammad Hatta datang dengan pakaian putih-putih
dan langsung menuju kamar Soekarno. Sambil menyambut kedatangan
Mohammad Hatta, Bung Karno bangkit dari tempat tidurnya, lalu
berpakaian. Ia juga mengenakan stelan putih-putih. Kemudian keduanya
menuju tempat upacara.
Marwati Djoened
Poesponegoro (1984:92-94) melukiskan upacara pembacaan teks Proklamasi
itu. Upacara itu berlangsung sederhana saja. Tanpa protokol. Latief
Hendraningrat, salah seorang anggota PETA, segera memberi aba-aba
kepada seluruh barisan pemuda yang telah menunggu sejak pagi untuk
berdiri. Serentak semua berdiri tegak dengan sikap sempurna. Latief
kemudian mempersilahkan Soekarno dan Mohammad Hatta maju beberapa
langkah mendekati mikrofon. Dengan suara mantap dan jelas, Soekarno
mengucapkan pidato pendahuluan singkat sebelum membacakan teks
proklamasi.
“Saudara-saudara
sekalian ! saya telah minta saudara hadir di sini, untuk menyaksikan
suatu peristiwa maha penting dalam sejarah kita. Berpuluh-puluh tahun
kita bangsa Indonesia telah berjuang untuk kemerdekaan tanah air kita.
Bahkan telah beratus-ratus tahun. Gelombangnya aksi kita untuk mencapai
kemerdekaan kita itu ada naiknya ada turunnya. Tetapi jiwa kita tetap
menuju ke arah cita-cita. Juga di dalam jaman Jepang, usaha kita untuk
mencapai kemerdekaan nasional tidak berhenti. Di dalam jaman Jepang ini
tampaknya saja kita menyandarkan diri kepada mereka. Tetapi pada
hakekatnya, tetap kita menyusun tenaga kita sendiri. Tetap kita percaya
pada kekuatan sendiri. Sekarang tibalah saatnya kita benar-benar
mengambil nasib bangsa dan nasib tanah air kita di dalam tangan kita
sendiri. Hanya bangsa yang berani mengambil nasib dalam tangan
sendiri, akan dapat berdiri dengan kuatnya. Maka kami, tadi malam telah
mengadakan musyawarah dengan pemuka-pemuka rakyat Indonesia dari seluruh
Indonesia , permusyawaratan itu seia-sekata berpendapat, bahwa
sekaranglah datang saatnya untuk menyatakan kemerdekaan kita.
Saudara-saudara! Dengan
ini kami menyatakan kebulatan tekad itu. Dengarkanlah Proklamasi kami:
PROKLAMASI; Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan
Indonesia . Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain,
diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang
sesingkat-singkatnya. Jakarta , 17 Agustus 1945. Atas nama bangsa
Indonesia Soekarno/Hatta.
Demikianlah
saudara-saudara! Kita sekarang telah merdeka. Tidak ada satu ikatan
lagi yang mengikat tanah air kita dan bangsa kita! Mulai saat ini
kita menyusun Negara kita! Negara Merdeka. Negara Republik
Indonesia merdeka, kekal, dan abadi. Insya Allah, Tuhan memberkati
kemerdekaan kita itu”. (Koesnodiprojo, 1951).
Acara, dilanjutkan
dengan pengibaran bendera Merah Putih. Soekarno dan Hatta maju beberapa
langkah menuruni anak tangga terakhir dari serambi muka, lebih kurang
dua meter di depan tiang. Ketika S. K. Trimurti diminta maju untuk
mengibarkan bendera, dia menolak: ” lebih baik seorang prajurit ,”
katanya. Tanpa ada yang menyuruh, Latief Hendraningrat yang berseragam
PETA berwarna hijau dekil maju ke dekat tiang bendera. S. Suhud
mengambil bendera dari atas baki yang telah disediakan dan
mengikatnya pada tali dibantu oleh Latief Hendraningrat.
Bendera dinaikkan
perlahan-lahan. Tanpa ada yang memimpin, para hadirin dengan spontan
menyanyikan lagu Indonesia Raya. Bendera dikerek dengan lambat sekali,
untuk menyesuaikan dengan irama lagu Indonesia Raya yang cukup panjang.
Seusai pengibaran bendera, dilanjutkan dengan pidato sambutan dari
Walikota Soewirjo dan dr. Muwardi.
Setelah upacara
pembacaan Proklamasi Kemerdekaan, Lasmidjah Hardi (1984:77)
mengemukakan bahwa ada sepasukan barisan pelopor yang berjumlah kurang
lebih 100 orang di bawah pimpinan S. Brata, memasuki halaman rumah
Soekarno. Mereka datang terlambat. Dengan suara lantang penuh kecewa S.
Brata meminta agar Bung Karno membacakan Proklamasi sekali lagi.
Mendengar teriakan itu Bung Karno tidak sampai hati, ia keluar
dari kamarnya. Di depan corong mikrofon ia menjelaskan bahwa Proklamasi
hanya diucapkan satu kali dan berlaku untuk selama-lamanya. Mendengar
keterangan itu Brata belum merasa puas, ia meminta agar Bung Karno
memberi amanat singkat. Kali ini permintaannya dipenuhi. Selesai
upacara itu rakyat masih belum mau beranjak, beberapa anggota Barisan
Pelopor masih duduk-duduk bergerombol di depan kamar Bung Karno.
Tidak lama setelah Bung
Hatta pulang, menurut Lasmidjah Hardi (1984:79) datang tiga orang
pembesar Jepang. Mereka diperintahkan menunggu di ruang belakang,
tanpa diberi kursi. Sudiro sudah dapat menerka, untuk apa mereka
datang. Para anggota Barisan Pelopor mulai mengepungnya. Bung Karno
sudah memakai piyama ketika Sudiro masuk, sehingga terpaksa
berpakaian lagi. Kemudian terjadi dialog antara utusan Jepang dengan
Bung Karno: ” Kami diutus oleh Gunseikan Kakka, datang kemari untuk
melarang Soekarno mengucapkan Proklamasi .” ” Proklamasi sudah saya
ucapkan,” jawab Bung Karno dengan tenang. ” Sudahkah ?” tanya utusan
Jepang itu keheranan. ” Ya, sudah !” jawab Bung Karno. Di sekeliling
utusan Jepang itu, mata para pemuda melotot dan tangan mereka sudah
diletakkan di atas golok masing-masing. Melihat kondisi seperti itu,
orang-orang Jepang itu pun segera pamit. Sementara itu, Latief
Hendraningrat tercenung memikirkan kelalaiannya. Karena dicekam suasana
tegang, ia lupa menelpon Soetarto dari PFN untuk mendokumentasikan
peristiwa itu. Untung ada Frans Mendur dari IPPHOS yang plat filmnya
tinggal tiga lembar (saat itu belum ada rol film). Sehingga dari seluruh
peristiwa bersejarah itu, dokumentasinya hanya ada tiga; yakni
sewaktu Bung Karno membacakan teks Proklamasi, pada saat pengibaran
bendera, dan sebagian foto hadirin yang menyaksikan peristiwa itu.
Penutup
Peristiwa besar
bersejarah yang telah mengubah jalan sejarah bangsa Indonesia itu
berlangsung hanya satu jam, dengan penuh kehidmatan. Sekalipun sangat
sederhana, namun ia telah membawa perubahan yang luar biasa dalam
perjalanan sejarah bangsa Indonesia . “Gema lonceng kemerdekaan”
terdengar ke seluruh pelosok Nusantara dan menyebar ke seantero
dunia. Para pemuda, mahasiswa, serta pegawai-pegawai bangsa Indonesia
pada jawatan-jawatan perhubungan yang penting giat bekerja menyiarkan
isi proklamasi itu ke seluruh pelosok negeri. Para wartawan Indonesia
yang bekerja pada kantor berita Jepang Domei , sekalipun telah disegel
oleh pemerintah Jepang, mereka berusaha menyebarluaskan gema Proklamasi
itu ke seluruh dunia.
Merdeka Indonesiaku!
Sumber berita >>> Sekertariat Negara
Prof. Dr. H. Dadan Wildan, M.Hum
Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara R.I.
Langganan:
Komentar (Atom)








